Beranda » Cerita Mbah Moedjair dan Ikan Mujair

Cerita Mbah Moedjair dan Ikan Mujair

admin 04/02/2021

KAMU suka kuliner atau mencoba berbagai macam masakan? Tentu sudah taka sing dengan olah ikan mujair. Apalagi kamu yang tinggal di Bali. Ya, selain digoreng renyah, ikan mujair juga populer diberi bumbu lengkap atau basa genep, jadi mujair nyatnyat. Bahkan beberapa tahun terakhir, banyak warung dan rumah makan menyediakan menu yang satu ini.

Nah, ngomong-ngomong soal ikan mujair, tahu nggak kalau ternyata ikan yang punya nama latin ini, di Indonesia ditemukan dan diberi nama sesuai yang penemu. Iya, ikan ini ditemukan oleh Mbah Moedjair. Bagaimana pria asal desa Papungan, Kanirogo, Blitar, Jawa Timur ini bisa menemukan jenis ikan yang kemudian disebut ikan mujair, ternyata unik juga.

Mbah Moedjair dan ikan temuannya

11 KALI PERCOBAAN

Konon semuanya berawal saat Iwan Dalauk (1890-1957)  yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Moedjair membuka warung sate yang sangat populer di kalangan masyarakat Blitar. Sayang banget, karena gemar berjudi, pelan-pelan usahanya merugi hingga bangkrut. Ia pun terpuruk.

Tahun 1936, oleh kepala desa, Pak Muraji, ia diajak melakukan tirakat di Pantai Serang, setiap tanggal 1 Suro penanggalan Jawa. Nah di pantai inilah Mbah Moedjair menemukan sekelompok ikan yang menarik perhatian. Salah satunya karena ikan ini “menyembunyikan” telur di mulutnya hingga telur itu menetas dan menjadi anak-anaknya. Ia pun membawa beberapa ekor ikan untuk dipelihara di rumah.

Karena habitat aslinya di air payau, ikan yang dibawa Mbah Moedjair tidak bisa bertahan hidup di air tawar. Karena penasaran, Mbah Moedjair mencoba lagi membawa ikan jenis itu ke rumah dan mulai mengamati dan melakukan penelitian kecil-kecilan, dengan asumsi kuat, ikan ini harus bisa hidup di habitat air tawar.

Mulailah Mbah Moedjair mengubah komposisi air tawar dan air laut berkali-kali hingga menemukan campuran yang tepat untuk memelihara ikan jenis ini. Padahal untuk mendapatkan ikan tiap percobaan, ia harus pulang pergi melintasi hutan dengan berjalan kaki sejauh 35 km dari desa Papungan ke Pantai Serang. Kabarnya percobaan baru menunjukkan hasil memuaskan setelah penelitian ke-11 kali.

DIBERI NAMA SESUAI PENEMU

Setelah berhasil membiakkan ikan temuannya di kolam di rumah, nama Moedjair dikenal luas tak hanya di desanya. Apalagi ia kerap membagi-bagikan ikan ke tengga dan menjual selebihnya ke pasar atau menjajakannya dengan sepeda.

Kabar keberhasilan Mbah Moedjair didengar oleh Schuster, kepala penyuluhan perikanan di Jawa Timur. Ia pun secara khusus berkunjung ke Papungan untuk melihat ikan temuan tersebut. Diketahui kemudian kalau ikan yang mulanya ikan air payau itu memiliki nama latin tilapia mossambica yang berasal dari Afrika.

Yang menarik tentu saja ikan temuan temuan Mudjair selain cepat berkembang biak, juga mudah beradaptasi dengan segala lingkungan air mulai kolam hingga rawa-rawa. Bahkan Schuster menyampaikan hasil temuan ini saat ia menghadiri Konferensi Ahli-ahli Perikanan Darat pada November 1939. Atas temuan inilah, Tilapia mossambica diberi nama ikan mujair.

DISEBARLUASKAN PASUKAN JEPANG

Ikan mujair yang awalnya hanya berkembang di seputaran Blitar, makin menyebar luas saat masa pendudukan Jepang. Gegara pasukan Jepang yang membawa ikan ini ke seluruh daerah untuk dibudidayakan dalam tambak-tambak. Bahkan sebagai apresiasi Mbah Moedjair diangkat sebagai pegawai negeri tanpa harus mendapatkan beban kerja.

Atas penemuannya itu pula, Mbah Moedjair menerima sejumlah tanda jasa dan penghargaan. Selain penghargaan dari Eksekutip Committee Indo Pasifik Fisheries Council pada tahun 1954, ia juga . Pada 17 Agustus 1951 ia menerima surat tanda jasa dari Kementerian Pertanian atas jasanya sebagai penemu dan perintis perkembangan ikan mujair.

Popularitas ikan mujair makin meluas dan menjadi santapan yang digemari seluruh lapisan masyarakat. Bahkan pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama pada periode 1984-1989, pemerintah membuat pengembangan aneka ikan dengan menyebarkan bibit ikan mujair dalam kolam pekarangan dan waduk-waduk.

Mbah Moedjair meninggal dunia 7 September 1957 karena penyakit asma. Ia dimakamkan di kota Blita, Jawa Timur. Sebagai penghargaan sekaligus penanda, batu nisan pada makamnya ditulisi “Moedjair, penemu ikan mudjair”. Tak hanya itu, ada pula ukiran ikan mujair lengkap dengan ukurannya. (Smartpedia/dari berbagai sumber)

Makam Mbah Moedjair di Blitar, Jawa Timur

Tinggalkan komentar

Artikel Terkait